Daik (Bekas Pusat Kerajaan Riau Lingga)
Daik, dahulunya hampir selama seratus tahun menjadi pusat kerajaan
Riau-Lingga, sekarang menjadi ibu kota Kecamatan Lingga, Kabupaten
Kepulauan Riau.
Kota Daik yang terletak di sungai Daik, hanya dapat dilalui perahu
atau kapal motor di waktu air pasang. Kalau air surut, sungai Daik
mengering dan tak dapat dilalui. Perhubungan lainnya adalah melalui
jalan darat ke desa Resun di sungai Resun. Dari sana melalui sungai itu
terus ke muara (Pancur) yang terletak di pantai utara pulau Lingga,
berseberangan dengan Senayang.
Selama seratus tahun Daik menjadi pusat kerajaan, tentulah terdapat
berbagai peninggalan sejarah dan sebagainya. Raja-raja kerajaan
Riau-Lingga yang memerintah kerajaan selama periode pusat kerajaan di
Daik Lingga yaitu : Sultan Abdurakhman Syah (1812-1832), Sultan Muhammad
Syah (1832-1841), Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-1857), Sultan
Sulalman Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan Sultan Abdurrakhman Muazzam
Syah (1883-1911).
Mesjid Jamik Daik
Mesjid Jamik terletak di kampung Darat, Daik Lingga, dibangun pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad Riayat Syah (1761-1812) pada masa awal
beliau memindahkan pusat kerajaan dari Bintan ke Lingga. Sumber
tempatan menyebutkan bahwa bangunan mesjid ini dimulai sekitar tahun
1803, dimana bangunan aslinya seluruhnya terbuat dari kayu. Kemudian
setelah Mesjid Penyengat selesai dibangun, maka bangunan Mesjid Jamik
ini dirombak dan dibangun lagi dari beton.
Mesjid ini di dalam ruang utamanya tidaklah mempergunakan tiang
penyangga kubah atau lotengnya. Pada mimbarnya terdapat tulisan yang
terpahat dalam aksara Arab-Melayu (Jawi), berisi : “Muhammad SAW. Pada
1212 H hari bulan Rabiul Awal kepada hari Isnen membuat mimbar di dalam
negeri Semarang Tammatulkalam.” Tulisan ini memberi petunjuk, bahwa
mimbar yang indah ini dibuat di Semarang, Jawa Tengah dengan memasukan
motif-motif ukiran tradisional Melayu.
Yang tersisa dari bangunan yang dahulunya sangat megah ini hanyalah
tangga muka, tiang-tiang dari sebahagian tembok pagarnya yang seluruhnya
terbuat dari beton. Sekarang puing istana ini terletak dalam hutan
belantara yang disebut kampung Damnah.
Istana Damnah didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI-Ahmadi, Yang
Dipertuan Muda Riau X (1857-1899). Dalam tahun 1860 olehnya didirikan
istana Damnah untuk kediaman Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II, dimana
sebelumnya Sultan ini di Istana Kota Baru tak berjauhan dari pabrik
sagu yang didirikannya.
Gedung Bilik 44
Yang disebut gedung bilik 44 adalah pondasi gedung yang akan dibangun
oleh Sultan Mahmud Muzafar Syah. Gedung ini baru dikerjakan pondasinya
saja karena Sultan keburu dipecat Belanda tahun 1812. Lokasinya terletak
di lereng gunung Daik.
Walaupun gedung ini belum sempat berdiri, tetapi dari pondasinya yang
berjumlah 44 itu sudah dapat kita bayangkan betapa besarnya minat
Sultan Mahmud untuk membangun negerinya. Di gedung ini, menurut rencana
Sultan akan ditempatkan para pengrajin yang ada di kerajaan Riau-Lingga,
supaya mereka dapat bekerja lebih tenang serta mengembangkan
keahliannya. Namun cita-cita Sultan Mahmud terkandas oleh penjajah
asing.
Kubu Pertahanan
Daik sebagai pusat kerajaan Riau-Lingga tentulah memerlukan
pengawalan ketat. Perairan selat Malaka yang masa silam selalu ramai
dengan desingan peluru dan asap mesiu. Untuk menjaga berbagai
kemungkinan dalam pertempuran, di Daik Lingga dan sekitarnya didirikan
kubu-kubu yang kokoh dengan persenjataan lengkap menurut keadaan
zamannya, yang terdapat di pulau Mepar, Kubu Bukit Ceneng dan Kubu Kuala
Daik.
Makam Bukit Cengkeh
Di Bukit Cengkeh, Daik, terdapat kompleks makam raja-raja
Riau-Lingga. Bangunan ini dulunya amat indah, bentuknya segi delapan
dengan kubah bergaya arsitektur Turki. Kini makam ini sudah runtuh, yang
tersisa hanya sebagian dindingnya dan pagar beton kelilingnya. Di
kompleks makam ini terdapat pusara : Sultan Abdurrakhman Syah
(1812-1832), beberapa anggota keluarga kerajaan Riau-Lingga. Makam ini
tidaklah sulit dicapai karena terletak di pinggir jalan raya, di atas
Bukit Cengkeh yang indah pemandangannya.
Makam Merah
Disebut makam merah karena warna cat bangunannya merah, tiangnya
terbuat dari besi, pagarnya dari besi dan atapnya seng tebal. Makam ini
tidak berdinding dan atapnya berbentuk segi empat melingkari makam.
Makam ini letaknya tidaklah berapa jauh dari bekas istana Damnah.
Makam ini terkenal bukanlah karena bangunan makamnya, tetapi karena
yang dimakamkan disini adalah Raja Muhammad Yusuf Yang Dipertuan Muda
Riau X.
Rumah Datuk Laksemana Daik
Bangunan tua ini terletak di kampung Bugis, berbentuk limas penuh.
Rumah ini selain pernah ditempati oleh Datuk Laksemana Daik,pernah pula
ditempati oleh Datuk Kaya pulau Mepar, karena beliau ini menantu Datuk
Laksemana. Rumah ini masih agak baik dan ditempati oleh keluarga Datuk
Laksemana dan Datuk Kaya Daik.
Di rumah ini masih tersimpan sisa-sisa benda milik Datuk Laksemana
dan Datuk Kaya, seperti : beberapa jenis pakatan kebesaran Datuk Kaya
dan Datuk Laksemana, benda-benda upacara adat, motifmotif tenunan,
batik, ukiran-ukiran dan sebagainya.
sumber : http://www.riau.go.id
0 komentar:
Posting Komentar