Sungguh banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh kebanyakan kaum
muslimim tentang hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad sholallahu
‘alahi wa sallam dan hukum mengadakannya setiap kelahiran beliau.
Adapun
jawabannya adalah : TIDAK BOLEH merayakan peringatan maulid nabi karena
hal itu termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agama ini, karena
Rasulullah tidak pernah merayakannya, tidak pula para Khulafaur Rasyidin
dan para Sahabat, serta tidak pula para tabi’in pada masa yang utama,
sedangkan mereka adalah manusia yang paling mengerti dengan As-Sunnah,
paling cinta kepada Rasulullah, dan paling ittiba’ kepada syari’at
beliau dari pada orang–orang sesudah mereka.
Dan sungguh
telah tsabit (tetap) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa
beliau bersabda : “Barang siapa mengadakan perkara baru dalam (agama)
kami ini yang tidak ada asal darinya, maka perkara itu tertolak. “(HR.
Bukhari Muslim).
Dan beliau telah bersabda dalam hadits yang
lain : “(Ikutilah) sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi
petunjuk sesudahku. Peganglah (kuat-kuat) dengannya, gigitlah sunnahnya
itu dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang
diadakan-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. (HR. Tirmidzi
dan dia berkata : Hadits ini hasan shahih).
Dalam kedua hadits
ini terdapat peringatan yang keras terhadap mengada-adakan bid’ah dan
beramal dengannya. Sungguh Alloh telah berfirman : “Apa yang telah
diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah. “(QS. Al-Hasyr : 7).
Alloh juga berfirman :
“Maka hendaknya orang yang menyalahi perintah-Nya, takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. “(QS. AN-Nuur : 63).
Allah
juga berfirman : “Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho
kepada Allah. Dan Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang di
bawahnya ada sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. “(QS. At-Taubah : 100).
Allah
juga berfirman : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu
dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai
agamamu. “(QS. Al Maidah : 3). Dan masih banyak ayat yang semakna dengan
ini.
Mengada-adakan Maulid berarti telah beranggapan bahwa
Allah ta'ala belum menyempurnakan agama ini dan juga (beranggapan) bahwa
Rasulullah belum menyampaikan seluruh risalah yang harus diamalkan oleh
umatnya. Sampai datanglah orang-orang mutaakhirin yang membuat hal-hal
baru (bid’ah) dalam syari’at Allah yang tidak diijinkan oleh Allah.
Mereka
beranggapan bahwa dengan maulid tersebut dapat mendekatkan umat islam
kepada Allah. Padahal, maulid ini tanpa di ragukan lagi mengandung
bahaya yang besar dan menentang Allah dan Rasul-Nya karena Allah telah
menyempurnan agama Islam untuk hamba-Nya dan Rasulullah telah
menyempurnakan seluruh risalah sampai tak tertinggal satupun jalan yang
dapat menghubungkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali beliau
telah meyampaikan kepada umat ini.
Sebagimana dalam hadits
shohih disebutkan, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau
berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah
Allah mengutus seorang nabi kecuali wajib atas nabi itu menunjukkan
kebaikan dan memperingatkan umatnya dari kejahatan yang Allah ajarkan
atasnya. “(HR. Muslim).
Dan sudah diketahui bahwa Nabi kita
adalah Nabi yang paling utama dan penutup para Nabi. Beliau adalah Nabi
yang paling sempurna dalam menyampaikan risalah dan nasehat. Andaikata
perayaan maulid termasuk dari agama yang diridhoi oleh Allah, maka pasti
Rasulullah akan menerangkan hal tersebut kapada umatnya atau para
sahabat melakukannya setelah wafatnya beliau.
Namun, karena
tidak terjadi sedikitpun dari maulid saat itu, dapatlah di ketahui bahwa
Maulid bukan berasal dari Islam, bahkan termasuk dalam bid’ah yang
telah Rasulullah peringatkan darinya kepada umat beliau. Sebagaimana dua
hadits yang telah lalu. Dan ada juga hadits yang semakna dengan
keduanya, diantaranya sabda beliau dalam khutbah Jum’at : “Amma ba’du,
maka sebaik-baiknya perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan
sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan sejelek-jeleknya
perkara adalah perkara yang di ada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat.
“(HR. Muslim).
Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam bab ini
banyak sekali, dan sungguh kebanyakan para ulama telah menjelaskan
kemungkaran maulid dan memperingatkan umat darinya dalam rangka
mengamalkan dalil-dalil yang tersebut di atas dan dalil-dalil lainnya.
Namun
sebagian mutaakhirin (orang-orang yang datang belakangan ini)
memperbolehkan maulid bila tidak mengandung sedikitpun dari beberapa
kemungkaran seperti : Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan
Rasulullah, bercampurnya wanita dan laki-laki, menggunakan alat-alat
musik dan lain-lainnya, mereka menganggap bahwa Maulid adalah termasuk
BID’AH HASANAH, sedangkan kaidah Syara’ (kaidah-kaidah / peraturan
syari’at ini) mengharuskan mengembalikan perselisihan tersebut kepada
kitab Allah dan sunnah Rasulullah, sebagaimana Allah berfirman :
“
Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu
kepada Rasul dan Ulil Amri dari kalian maka bila terjadi perselisihan
di antara kalian tentang sesuatu kembalikanlah kepada (kitab) Allah dan
(sunnah) RasulNya bila kalian memang beriman kepada Allah dan hari akhir
demikian itu lebih baik dan lebih bagus akibatnya. “(QS. Ann Nisaa’ :
59).
Allah juga berfirman : “Tentang sesuatu apapun yang kamu
berselisih, maka putusannya (harus) kepada (kitab) Allah, “(QS. Asy
Syuraa : 10).
Dan sungguh kami telah mengembalikan masalah
perayaan maulid ini kepada kitab Allah. Kami mendapati bahwa Allah
memerintahkan kita untuk ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah terhadap
apa yang beliau bawa dan Allah memperingatkan kita dari apa yang
dilarang. Allah juga telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia -
Subhanahu wa Ta’ala - telah menyempurnakan Agama Islam untuk umat ini.
Sedangkan, perayaan maulid ini bukan termasuk dari apa yang dibawa
Rasulullah dan juga bukan dari agama yang telah Allah sempurnakan untuk
kita.
Kami juga mengembalikan masalah ini kepada sunnah
Rasulullah. Dan kami tidak menemukan di dalamnya bahwa beliau telah
melakukan maulid. Beliau juga tidak memerintahkannya dan para sahabat
pun tidak melakukannya. Dari situ kita ketahui bahwa maulid bukan dari
agama Islam. Bahkan Maulid termasuk bid’ah yang diada-adakan serta
bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang yahudi dan nasrani dalam
perayaan-perayaan mereka. Dari situ jelaslah bagi setiap orang yang
mencintai kebenaran dan adil dalam kebenaran, bahwa perayaan maulid
bukan dari agama Islam bahkan termasuk bid’ah yang diada-adakan yang
mana Allah dan Rasulnya telah memerintahkan agar meningggalkan serta
berhati-hati darinya.
Tidak pantas bagi orang yang berakal
sehat untuk tertipu dengan banyaknya orang yang melakukan Maulid di
seluruh penjuru dunia, karena kebenaran tidak diukur dengan banyaknya
pelaku, tapi diukur dengan dalil-dalil syar’i, sebagaimana Allah
berfirman tentang Yahudi dan Nasrani : “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani)
berkata : ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi dan Nasrani’. Demikianlah itu (hanya) angan-angan
kosong mereka belaka. Katakanlah :’ Tunjukkanlah bukti kebenaran jika
kamu adalah orang yang benar .” (QS. Al Baqarah : 111).
Allah
juga berfirman : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang di muka
bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh. “(QS. Al
An’aam : 116 ). Wallahu a’lamu bis-shawab.
Sumber :
BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH,
Surabaya Edisi : 15 / Robi’ul Awal / 1425 HUKUM MEMPERINGATI Maulid Nabi
Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari situs http://www.darussalaf.org/index.php?...rticle&sid=628)
0 komentar:
Posting Komentar